Namanya Adira. Ia berangkat sekolah selalu telat. Terkecuali
pada hari Senin, itupun kalau ada upacara. Saat jam istirahat di sekolahnya,
ia menghabiskan waktu istirahat untuk tidur di kelas atau menonton
film di laptop temannya. Ia juga memiliki sikap humoris. Karena tingkahnya, tak jarang teman sekelas merasa senang ketika berada di dekatnya. Selain itu, karena sikap humorisnya, ia memiliki rasa percaya diri tinggi dalam hal mendekati perempuan di sekolahnya, baik dari teman sekelas maupun bukan sekelas. Semua perempuan berusaha didekati, karena Adira mengingat 1 kutipan yang hingga sejauh ini bisa meletupkan mentalnya. Kutipan tersebut berbunyi, "Cowok humoris bisa memperoleh perempuan dari segala tipe! dari tipe A sampai Z, bisa diperolehnya! jadilah cowok humoris, sob!"--ya kurang lebih begitu kutipannya. Selain itu, ia juga memiliki hobi bersepeda. Adira berangkat ke sekolah menggunakan sepeda sejak ia duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) hingga SMA (Sekolah Menengah Pertama).
***
Fajar menyapa kota, embun mencium pipi Adira. Alunan musik Liam Galagher dinikmati melalui earphone yang menempel
di kedua telinganya sembari menggoeskan pedal sepeda secara
berulang menuju ke sekolah. Momen yang indah sekali kala itu, membuat
Adira terjerumus ke dalam pikiran, mengambang dalam ingatan tentang wanita anggun yang membuatnya terpana ketika di kelas.
Awal mula Adira mengenal gadis tersebut, di kala ia memutuskan
pindah jurusan, dari IPA menuju ke IPS. Banyak faktor yang memengaruhi untuk enggan bertahan di
jurusan IPA hingga masa putih abu-abu selesai. Adira sangat tidak suka dengan
pelajaran Fisika dan Biologi. Menurutnya, pelajaran Fisika di sekolah lebih
menekankan berhitung layaknya pelajaran Matematika daripada memerhatikan aspek
fisikanya itu sendiri, misalnya seperti mencari tahu alasan kenapa rel kereta
api dapat mematikan mesin mobil di saat kereta api berada di dekat mobil
tersebut, lalu mengulik alasan kenapa bungkus ciki bisa menggelembung saat
dibawa ke puncak, dan sebagainya. Sedangkan, rasa enggan terhadap pelajaran Biologi didasari karena banyak istilah ilmiah yang perlu
dipahami. Istilah-istilah tersebut yang merepotkan Adira. Akhirnya, dari faktor-faktor
tersebutlah yang memantabkan hati Adira untuk masuk ke kelas IPS 1, yang di
mana ia menemukan banyak teman baru, salah satunya gadis anggun bernama Tara.
Ya, Tara adalah Teman sekelas Adira. Rambut hitam
bergelombang dan lekukan senyuman manisnya, menghiasi keanggunan diri Tara. Demi membantu orang tuanya, ia menjual
bakpao di samping sekolah. Orang tuanya membuka waralaba bakpao di berbagai
tempat. Ada tiga waralaba yang dimiliki. Yang pertama, berada di dekat pendopo
kota. Yang kedua, di depan SMA 3. Yang ketiga, berada di samping SMA 1
Hari itu adalah hari terakhir guru PPL ( Program
Pengalaman Lapangan ) bernama Bapak Tri untuk mengajar di kelas Adira. Guru
yang begitu ramah, mudah bergaul, dan tidak dicap sebagai guru killer itu
berhasil membuat Adira dan teman-temannya merasa sedih karena sudah mau
berpisah dengan Pak Tri.
“ Wih bawa kamera kau ya sekarang, tumben” Cetus
Adira.
“ Yaiyalah ini kan hari terakhir guru kebanggaan
kita mengajar di sini boy!” Balas Rian.
“ Iya bagus lah… giliran gua mau minjem, ada aja
alesan untuk gak mau minjemin kamera mu itu” Jawab Adira yang agak kesal”
“Hahaha 1 jam 45 ribu!” Jawab Rian.
“Medit!”
Ketika Adira dan Rian mengobrol terdengarlah suara
Pak Tri yang mengucapkan salam.
“Assalamualaikum” Salam Pak Tri dengan nada santai.
“Walaikumsalam pak…” Jawab murid-murid.
“Bagaimana kabarnya kalian?” Tanya Pak Tri.
“Alhamdulillah baik pak…”
Setelah ucapan syukur tersebut, Pak Tri menjelaskan
kalau hari ini adalah hari terakhir Pak Tri mengajar di kelas maupun di
sekolahnya Adira. Pak Tri sendiri meminta kalau jika sudah berpisah nanti murid-murid
IPS 1 sebaiknya jangan memutuskan komunikasi dengan guru-guru PPL yang mengajar
di kelas IPS 1. Penjelasan dari Pak Tri yang begitu membosankan, membuat Adira
dan teman sebangkunya yaitu si Ahmed terkantuk-kantuk.
“Ngantuk kali aku di” Memasang muka ngantuk.
“Iya sama, tapi jangan tidur di kelas med” Cetus
Adira.
“Iya-iya…”
Penjelasan yang begitu Panjang dari Pak Tri akhirnya
pun reda. Hal itu membuat Ahmed bersemangat lagi, tanpa terlihat ngantuk di
raut wajahnya. Baru saja sebentar, tiba – tiba Pak Tri melanjutkan pembicaraan.
“Oh iya, hari ini kelas free ya!” Kata Pak Tri.
“Yang bener pak?” seisi kelas IPS 1 terkejut
ditambah rasa girang yang berlebihan.
“iya, tapi bapak pingin dong dibuatin
kenang-kenangan dari kalian, sekreatif kalian saja”
“Wih boleh tuh pak, bagaimana kalau nyanyi
rame-rame saja pak?atau bisa sendiri-sendiri nyanyinya.” Kata ketua kelas.
“Ide yang bagus tuh. Ayo siapa yang mau nyanyi?
Sini maju ke depan.”
“Tara pak Tara!” Seisi kelas menunjuk ke arah Tara.
“Loh kok aku? Kok aku?” Tara memasang muka bingung
ditambah malu.
Tara dikenal sebagai murid yang memiliki suara yang
indah sebab itulah seisi kelas menunjuk si Tara agar mau menyanyi di depan
kelas. Tara juga mengikuti eskul paduan suara di sekolah. Tidak sedikit
perlombaan yang pernah Tara ikuti, dan tidak sedikit juga piala yang ia raih
dalam mengikuti perlombaan.
Seruan kawan-kawan kelas untuk si
Tara agar nyanyi di depan kelas, membuat mata Adira langsung fokus menatapi
wajahnya. Itu membuat bibirnya Adira mengembangkan senyum secara tiba-tiba yang
menandakan bahwa Tara memiliki keunikan tersendiri dari dirinya. Keunikannya yang
bisa membuat Adira tidak bosan ketika Adira memandangi wajahnya.
“Terimakasih tuhan karena engkau
menciptakan sesuatu yang bisa dilihat dengan mataku yang mudah sekali untuk
terus memandangi paras wanita tersebut.” Ucap syukur si Adira.
Akhirnya ajakkan dari kawan-kawan si
Tara berhasil menggugah hati si Tara untuk bernyanyi di depan kelas. Tara
berjalan menuju ke depan , kearah Pak Tri.
“Iya Tara mau menyanyikan lagu apa?” Tanya Pak
guru.
“hmmm apa ya? Saya gak mau solo song pak, jadi saya
memilih lagu yang judulnya Sunset di Tanah Anarki dari grup band Superman is
Dead biar bisa duet dengan temen sekelas” Jawab Tara.
“Jadi Tara mau duet? Bapak yang nunjuk atau Tara
saja?” Pak Tri kembali bertanya.
“Hmmm… ditanyakan saja dulu pak ke anak-anak”
“Baik lah, lagu siapa tadi Suplemen?..”Kata Pak Tri
dengan wajah bingung.
“Superman is Dead pak, bukan suplemen”Jawab Tara
sambil menahan tawa.
“Oh iya Iya anak-anak, jadi siapa yang disini mau
berduet dengan Tara?”
Pertanyaan dari Pak Tri yang membuat seisi kelas
hening begitu saja, dan para murid pun saling tunjuk menunjuk. Tapi tidak
dengan Adira. Adira tidak ingin menunjuk siapapun untuk maju ke depan agar bisa
berduet dengan Tara. Adira berharap setelah pertanyaan yang diberikan oleh Pak
Tri, Adira ditunjuk oleh Pak Tri agar bisa berduet dengan Tara. Tetapi hasilnya
tidak sesuai apa yang Adira harapkan. Pak Tri tidak menunjuk-nunjuk ke arah
Adira, namun itu tidak mematahkan semangat Adira, Adira akhirnya memberanikan
diri untuk berduet dengan Tara meskipun dia tidak begitu bagus dalam hal
bernyanyi. Adira memberanikan perjuangannya untuk Tara. Karena mengorbankan hal
yang tak disukai demi seseorang, di situ terdapat harapan yang terselipkan.
“Saya pak!” Kata Adira sambil mengangkat tangan
kanannya.
Seisi kelas pun langsung kaget, semua nya yang
berada di kelas menatap kearah Adira. Teman-teman Adira menganggap itu sebuah
lelucon yang harusnya tidak dilakukan karena itu bisa membuat malu diri nya sendiri.
Si Ahmed hanya tertawa terbahak-bahak dan tetap mendukung si Adira agar bisa
menyanyi dengan Tara.
“Mantab boy!” Kata Ahmed sambil tertawa.
“Iyalah suara gua bagus, cocok duet dengan Tara”
“Maju boy! Tak usah berfikir lama” Rayu si Ahmed.
Adira menghentakkan kakinya untuk berdiri dari
tempat duduk yang ia duduki Bersama Ahmed. Kemudian berjalan ke depan kearah
Pak Tri dan Tara, melewati barisan tempat duduk teman-temannya. Memasang muka
percaya diri, Adira tidak membuang kesempatan yang mungkin itu adalah
kesempatan satu-satunya dalam hidup Adira. Sesampainya di depan kelas, tepat
berada di samping kanannya Tara.
“Hey Adira ayo nyanyi, siap belum?” nada pelan
terucap dari mulut Tara.
“Ya siap lah, untuk kamu apa yang gak siap” Jawab
Adira.
“Bisa aja kamu… nyanyi yang tadi bapak Guru bilang
ya?”
“Ya oke aku juga ngefans sama Superman is Dead, apa
kita mau nyanyi lagu dari negara italia?”
“Ha maksudnya?” Tanya Tara dengan wajah bingung.
“Iya kita nyanyi lagu Sunset di Tanah Anarki make
Bahasa Italia, kamu bisa ga?”Tanya Adira.
“Ya gak bisa lah di… aneh-aneh aja kamu ini, emang
kamu bisa?”
“Bisa dulu aku les Bahasa Itali soalnya”
“Wih coba dong di, coba nyanyiin make Bahasa Itali”
Tertawa senang ditambah ekpresi tidak
menyangka.
“Oke aku coba ya… Desingo peluruno tako bertuano…., jadi gitu ra hahahahahah lucu hahahaha akhirannya tuh diganti
aja make huruf o kan jadi kek Bahasa Itali hahahaha” Adira tertawa lepas,
tetapi tidak dengan Tara. Tara merasa bingung dengan bercandanya si Adira.
Adira merasa gagal membuat Tara untuk tertawa
Kelaspun hening mendengar suara tawa Adira yang
begitu lepas.
“Woy malah ketawa-ketawa!mana nyanyi!” Tegas ketua
kelas.
“Gimana kalian sudah siap?” Tanya Pak Tri.
“Siap pak…”Jawab Adira dan Tara.
Mereka berdua nyanyi dengan nada
yang tak selaras. Tara menyanyi dengan nada yang pas, teratur, lalu enak di
dengar. Tidak seimbang dengan nada yang dikeluarkan melalui mulut Adira yang
begitu fals. Seisi kelas pun banyak yang tertawa sambil mendokumentasikan hal
memalukan bagi Adira. Banyak juga yang berteriak
“Suara Afgan , suara Afgan!”
Di dalam pikiran Adira pasti itu
adalah sindiran halus untuk dirinya karena menyanyinya sangat fals. Namun,
Adira tetap percaya diri bahwa itu adalah pengalaman yang sangat tidak terlupakan
untuknya. Karena, beberapa jenis kenangan memang dicipakan agar pandai
menyelinap di antara lirik lagu dan senyumannya saat dia bernyanyi.
***
“Di!!! Piket!!!” Teriak si Lala.
“Ahhh lupa akuu La, untung kamu ngingetin”
“ Halah! Kamu sok lupa apa emang pikun? Alesan aja.
Bilang aja males piket Di”
“Mulai galaknya keluar. Persis kek Ibumu ya”
Lala mencubit lengan Adira.
“Bagus ya bagus. Coba Di, ulangin bilang apa?”
“Aaaaa! Enggak La. Becanda doang geh”
Lala pun melepaskan cubitannya.
“Sana buang kotak sampah”
“Siap ratu!”
Di saat Lala mau mencubit, Adira pun berhasil lari
ke luar kelas.
“Mantab juga ya cubitan cewek” Adira membuka lengan
bajunya untuk melihat bekas cubitan dari si Lala.
Lalu Adira mulai mengangkat kotak sampah yang
berada di depan kelasnya. Perjalanan menuju ke tempat pembuangan sampah, Adira
melihat siswi berkaca mata dengan wajah yang lugu sambil memeluk tumpukkan buku
di dadanya. Siswi tersebut berjalan menuju kelas Adira.
“Loh? Itu siapa ya? Tapi kok masuk kelas gua?”
Penasaran yang sangat tinggi membuat Adira
terburu-buru untuk kembali ke kelasnya. Sesampainya di kelas, Adira sudah
melihat Ahmed berbincang dengan siswi tersebut. Siswi yang begitu menikmati
perbincangannya dengan Ahmed. Tak jarang mereka berdua saling melemparkan
senyuman.
“Owalah, kayaknya anak baru kelas ini” Dalam hati
Adira.
***
Di dalam kelas Adira membahas tentang berita sepak
bola bersama teman-temannya. Adira sangat mengetahui berita sepak bola di dalam
maupun luar negeri. Di saat sedang ramai membicarakan sepak bola, Adira mencoba
untuk mengalihkan topik pembicaraan.
“ Med, itu pindahan sekolah atau kelas?” Tanya
Adira.
“Owalah itu, dia pindahan dari IPA” Jawab Ahmed
“Manis tau” Lanjut Ahmed
“ Hahaha. Lu mau gua salamin ga? Cetus Abid
“Loh?! Lu siapa emangnya? Sok-sok mau nyalamin”
Sewot Ahmed
“Dih! Itu temen gua SMP kali boy!” Tegas Abid
“Wih boleh tuh! Salamin lah” Kata Ahmed
“Hahaha” Ketawa Abid
“Dih, kok lu malah ketawa?” Tanya Ahmed
“Lu aja sendiri sono!” Jawab Abid
“Lah? Kok malah nyuruh gua? Katanya lu mau nyalamin”
Sewot Ahmed.
“Becanda aja gua mah. Tapi ya.. emang bener itu
temen SMP gua. Rumah gua sama dia nih deketan. Orang tua dia tuh, punya studio
di pinggir jalan besar”
“Wih-wih. Yaudah deh kalo gitu lu jadi informan gua
ya tentang tuh cewe”
“Males! Buang-buang waktu”
“Pelit banget deh lu!”
“Udah-udah. Yaudah deh Med, kalau lu gak berani,
nanti biar gua aja yang nyalamin” Kata Adira.
“Dih! Mauan Di… Di…” Kata Abid
“Nah ini baru kawan gua, gak kek lu Bid” Ahmed
sewot
“Oh iya, cewek itu siapa Namanya?” Tanya Adira.
“Namanya si Nia”
“Owalah… nama yang bagus” Jawab Adira.
2 Komentar:
Kecee! Real story nih keknya ya min :)
Heheheh! Doain mas, agar tetap berlanjut ini cerita. Masih banyak sekali,kesedihan akan cinta yg nantinya diceritakan.
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda