Jumat, 10 April 2020

Nothing. Bagian ke-2


Sangat berat rasanya melangkahkan kaki meninggalkan keluarga yang disayanginya demi mendapatkan ilmu di perantauan. Namun itu harus dipaksakan. Menahan sedih, menahan tangis, dan menahan rindu demi membanggakan orang yang disayanginya. Banyak orang memanggil dia Nandan. Baru lulus SMP ia sudah di perintahkan oleh orang tuanya untuk merantau. Mungkin agar suatu saat jika Nandan bekerja atau mendapatkan universitas di luar tanah kelahirannya, ia sudah memiliki banyak pengalaman dan bersiap untuk merantau lebih jauh lagi.  

“Nak, nanti kamu abis lulus SMP merantau ya. Kamu sekolah saja di Lampung yaa, ibu denger di situ banyak sekolah favorit khususnya di Kabupaten Pringsewu. merantau nya juga kan di Lampung tidak jauh dari sini. Ya,  hanya memakan waktu 8 jam dari sini.”

“Kok gitu bu? Aku sekolah di sini aja kenapa toh.”

“Kenapa begitu nak? Nanti kamu pulang kerumah seminggu atau dua minggu sekali.” Muka penuh harap

“Iya bu, nanti Nandan pikir-pikir lagi.”

Nandan berfikir, apa yang disarankan oleh orang tua terhadap anaknya pasti itu akan diberkahi jalannya oleh tuhan. Dari harapan orang tuanya, pasti ada banyak alasan mengapa ia menyuruh anaknya untuk pergi merantau. Itulah hal yang akhirnya dapat menuruti kemauan Ibunya.

***

Malam yang dingin, sunyi, dan sepi. Itulah kata-kata yang menggambarkan suasana di hati maupun di kosannya Nandan. Ia membayangkan, jika saat ini masih berada di rumahnya. Jika perut lapar, tidak perlu repot untuk pergi ke warteg. Jika ia bosan, cukup bermain playstation. Jika Ia patah hati,  ia dapat mencurahkan isi hatinya kepada ibu nya. Sebagai anak lelaki satu-satunya, Nandan memiliki tingkat emosi yang lebih dekat dengan ibunya dibanding dengan ayahnya. Karena Ayahnya selalu sibuk dengan pekerjaannya, sehingga tidak memiliki waktu yang cukup untuk dihabiskan bersama Nandan.



Nandan sering sekali mencurahkan isi hatinya kepada Ibunya. Menurutnya, di situlah tempat curhat yang paling istimewa. Ibunya yang selalu memberikan nasihat penuh jika jagoannya sedang putus asa dalam  percintaan. Tidak hanya itu. Curhatan apapun, Ibunya tetap dapat mengikutinya. Ibunya sangat bisa menerima, seakan menjadi teman atau sahabatnya Nandan. Nandan yang hampir selalu berantakan hatinya, jika mengingat kenangan bersama Nadya.

“Nak, kamu harus tetap berada di jalur yang baik. Terlalu mengikuti arah hatimu saat kamu patah hati, hanya akan membuatmu seperti kepala yang kehilangan isinya.”

Itulah nasihat yang paling diingat dari ibunya. Betapa sayangnya seorang ibu kepada anaknya. Ibunya yang tidak mau meihat jagoannya dikalahkan oleh memori pahit tentang percintaanya. Mengingat nasihat tersebut, seakan Nandan percaya bahwa dia akan tidak mudah sakit hati lagi.

***



Nandan mencari cara untuk menghilangkan kesunyian dan kesepian yang dirasakan olehnya. Sudah beberapa cara yang Nandan lakukan dari membaca buku hingga mengimajinasikan wanita yang ia sukai. Tetapi, rasa sunyi dan sepinya tak kunjung reda. Akhirnya Nandan membuka laptop nya yang berada di atas meja. Ditemani oleh lagu The Mercys – Sunyi Sendiri, Nandan membuka satu persatu folder yang berada di laptopnya.



Tanpa sengaja Nandan menemukan folder yang bertuliskan “Nadya”. Kacau sudah hati Nandan. Niat hati ingin menghilangkan kesunyian, malah rasa sedih yang didapatkan.   Nandan memberanikan diri untuk membuka folder tersebut. Folder yang berisi foto-foto mesranya bersama Nadya.



Nadya adalah mantan kekasihnya Nandan saat SMP. Nandan masih menyimpan foto mesranya bersama Nadya bukan karena Nandan tidak dapat pindah ke lain hati. Tetapi hanya untuk dijadikan kenang-kenangan, bahwa Nandan pernah singgah di hati Nadya.



“Ahhg! Kenapa malah buka folder ini sih!.”

Nandan langsung menutup laptopnya tanpa dimatikan. Lalu, ia menuju ke tempat tidurnya dan merebahkan tubuhnya di kasur.

“Aduhh kok gini sih!” Nandan berusaha melupakan Nadya yang sedang melanda pikirannya.

Memang banyak sekali kenangan indah saat bersama Nadya. Tidak sedikit pula kenangan pahit yang dirasakan saat bersamanya. Berpacaran sejak SMP di bangku kelas tiga, dan akhirnya kandas saat memasuki bulan-bulan menghadapi UN ( Ujian Nasional).

Nadya berkata kepada Nandan :



“Kita udah mau ujian. Fokus ke ujian dulu ya! Nanti, kalau ujian sudah berakhir, kita bisa  bersama lagi kok Nan. Jangan khawatir.” Kata Nadya.

“Hmmm, oke deh. Tapi beneran ya, sehabis ujian kita bisa bersama lagi?” Meyakinkan Nadya.

“Iya – iya tenang aja Nandan sayang.”



Itulah percakapan yang sekaligus menjadi pintu menuju akhir hubungan Nandan dengan Nadya. Setelah UN Nadya tidak bisa memegang omongannya, ia sudah tidak lagi menghubungi Nandan. Nandan yang mencoba menghubungi Nadya, tetapi nomor whatsapp nya sudah tidak aktif, entah diblokir atau Nadya yang mengganti nomornya.



Akhirnya Nandan mencari tau kenapa Nadya meninggalkannya. Tidak mungkin karena menteri pendidikan mengadakan UN, hubungan Nandan dengan Nadya kandas begitu saja. Akhirnya, Nandan dapat mengetahui alasan mengapa Nadya meninggalkannya. Nadya sudah mendapat kekasih yang baru. Nandan yang sudah berusaha memberikan perhatian lebih untuk Nadya, terasa begitu sia-sia saat melihat Nadya sedang berjalan dengan lelaki lain.  Hancur sudah hati Nandan.



Betapa kejamnya cinta, membuat Nandan tidak fokus menjalani masa hidupnya. Semua itu tetap harus diterima dengan paksaan, meskipun itu sangat menyakitkan hatinya. Luka yang tidak tampak pada kulit tetapi sangat menyakitkan. Folder tersebut memiliki banyak sekali kenangan, entah manis atau pahit sebuah kenangan tetap indah rasanya jika kita mengingatnya. Nandan berupaya bangkit meskipun sering beberapa kali gagal. Tetapi Nandan tidak mau kalah. Ia tetap berjalan secara perlahan, Memulihkan luka yang ada di hatinya. Dengan bantuan nasihat dari Ibunya, Nandan semakin cepat pulih dari luka hati yang dideritanya.

***



Nandan memasukkan sesuap nasi uduk kedalam mulutnya. Ucapan salam terdengar dari telinganya.



“Assalamualaikum!”

“Walaikumsalam” Orang seisi kantin menjawab.

“Weh! udah kek debt collector aja Di, salamnya keras-keras.” Kata ibu kantin.

“Ya enggak gitu geh bu, ganteng mah bebas!” Jawab lelaki tersebut.

“Ge’er banget sih, ge’er banget sih tuh anak.” Bisik wanita yang berada di dekat si Nandan.

Hal tersebut tidak diperdulikan oleh Nandan. Nandan tetap melanjutkan makannya. Setelah Nandan menghabiskan satu porsi nasi uduknya. Nandan berdiri  dari tempat duduknya, lalu menuju ke arah ibu kantin yang sedang memberikan sebuah buku bewarna hijau kepada lelaki yang barusan mengucapkan salam tersebut. Lelaki itu menulis di buku tersebut. Entah menulis apa. Tak berlangsung lama, lelaki itu meletakkan pulpen yang barusan dipakai untuk menulis.



“Cepet-cepet dibayar! Bilangin juga tuh sama rombonganmu!”

“Iya ibu cantik…” Suara manja dari lelaki itu

“Makasih deh ya Adira…”

“Tapi! Ibu ga gampang digoda! Pokoknya cepet lunasin!” Melanjutkan pembicaraan

“Iya bu… secepatnya saya bayar”

“secepatnya,secepatnya. Dari kemarin begitu mulu jawabnya. Ya sudah, sana”

“Terima kasih ya ibu…”



Lelaki itu bergegas meninggalkan kantin.



“Nih bu agus.” Nandan mengeluarkan mata uang Rp.5000

“Bayarnya lima ribu kan?.” Tanya Nandan.

Hati Ibu Agus menjadi lebih tenang ketika yang mendengar suara Nandan



“Iya Nan, make tempe kan?”

“Iya Bu”

Ibu Agus menerima uang yang diberikan oleh Nandan.

“Ibu cari dulu ya, uang kembaliannya”

“Iya bu… kalau tidak ada, nanti saja kembaliannya ketika istirahat pertama”

Ibu Agus menjawab sambil mencari uang kembaliannya.

“Ada kok ada”



Nandan menunggu. Siswa lain yang mau membayar pun berdatangan. Antrian memanjang dalam hitungan detik.

“Bu sudah bu, nanti saja”

 “ Sebentar ya Nandan. Eh, mana ya?kok belum nemu-nemu”

“Sudah bu Agus… Saya jadi ngerepotin. Nanti saja bu, tidak apa-apa” Suara lembut Nandan

Akhirnya Ibu Agus menyerah dalam mencari uang kembalian. Ibu Agus terkejut melihat antrian yang sudah memanjang. 

“Hehehe… maaf ya Nandan, kembaliannya nanti saja” Tersipu malu sambal mengusap keringat yang menempel di keningnya.

“Iya bu. Ya sudah bu”



Nandan berbalik arah menuju pintu keluar. Butuh perjuangan untuk bisa keluar dari kantin bu Agus. Nandan berdesak-desakkan dengan siswa lain layaknya menonton acara pensi sekolah. Sesampainya di luar kantin, Adira membaca tulisan di dinding kantin.



” TIDAK MELAYANI BON! HIROSIMA HANCUR KARENA BOM!WARUNG HANCUR KARENA BON!AKU HANCUR KARENA FALL IN LOVE WITH PEOPLE I CAN’T HAVE -BY : IBU KANTIN”



“Ada-ada saja Ibu Agus” Sambil memandangi tulisan tersebut.

Nothing. Bagian ke-1

Namanya Adira. Ia berangkat sekolah selalu telat. Terkecuali pada hari Senin, itupun kalau ada upacara. Saat jam istirahat di sekolahnya, ia menghabiskan waktu istirahat untuk tidur di kelas atau menonton film di laptop temannya. Ia juga memiliki sikap humoris. Karena tingkahnya, tak jarang teman sekelas merasa senang ketika berada di dekatnya. Selain itu, karena sikap humorisnya, ia memiliki rasa percaya diri tinggi dalam hal mendekati perempuan di sekolahnya, baik dari teman sekelas maupun bukan sekelas. Semua perempuan berusaha didekati, karena Adira mengingat 1 kutipan yang hingga sejauh ini bisa meletupkan mentalnya. Kutipan tersebut berbunyi, "Cowok humoris bisa memperoleh perempuan dari segala tipe! dari tipe A sampai Z, bisa diperolehnya! jadilah cowok humoris, sob!"--ya kurang lebih begitu kutipannya. Selain itu, ia juga memiliki hobi bersepeda. Adira berangkat ke sekolah menggunakan sepeda sejak ia duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) hingga SMA (Sekolah Menengah Pertama).

***

Fajar menyapa kota, embun mencium pipi Adira. Alunan musik Liam Galagher dinikmati melalui earphone yang menempel di kedua telinganya sembari menggoeskan pedal sepeda secara berulang menuju ke sekolah. Momen yang indah sekali kala itu, membuat Adira terjerumus ke dalam pikiran, mengambang dalam ingatan tentang wanita anggun yang membuatnya terpana ketika di kelas.

Awal mula Adira mengenal gadis tersebut, di kala ia memutuskan pindah jurusan, dari IPA menuju ke IPS. Banyak faktor yang memengaruhi untuk enggan bertahan di jurusan IPA hingga masa putih abu-abu selesai. Adira sangat tidak suka dengan pelajaran Fisika dan Biologi. Menurutnya, pelajaran Fisika di sekolah lebih menekankan berhitung layaknya pelajaran Matematika daripada memerhatikan aspek fisikanya itu sendiri, misalnya seperti mencari tahu alasan kenapa rel kereta api dapat mematikan mesin mobil di saat kereta api berada di dekat mobil tersebut, lalu mengulik alasan kenapa bungkus ciki bisa menggelembung saat dibawa ke puncak, dan sebagainya. Sedangkan, rasa enggan terhadap pelajaran Biologi didasari karena banyak istilah ilmiah yang perlu dipahami. Istilah-istilah tersebut yang merepotkan Adira. Akhirnya, dari faktor-faktor tersebutlah yang memantabkan hati Adira untuk masuk ke kelas IPS 1, yang di mana ia menemukan banyak teman baru, salah satunya gadis anggun bernama Tara.

Ya, Tara adalah Teman sekelas Adira. Rambut hitam bergelombang dan lekukan senyuman manisnya, menghiasi keanggunan diri Tara. Demi membantu orang tuanya, ia menjual bakpao di samping sekolah. Orang tuanya membuka waralaba bakpao di berbagai tempat. Ada tiga waralaba yang dimiliki. Yang pertama, berada di dekat pendopo kota. Yang kedua, di depan SMA 3. Yang ketiga, berada di samping SMA 1


Hari itu adalah hari terakhir guru PPL ( Program Pengalaman Lapangan ) bernama Bapak Tri untuk mengajar di kelas Adira. Guru yang begitu ramah, mudah bergaul, dan tidak dicap sebagai guru killer itu berhasil membuat Adira dan teman-temannya merasa sedih karena sudah mau berpisah dengan Pak Tri.



“ Wih bawa kamera kau ya sekarang, tumben” Cetus Adira.

“ Yaiyalah ini kan hari terakhir guru kebanggaan kita mengajar di sini boy!” Balas Rian.

“ Iya bagus lah… giliran gua mau minjem, ada aja alesan untuk gak mau minjemin kamera mu itu” Jawab Adira yang agak kesal”

“Hahaha 1 jam 45 ribu!” Jawab Rian.

“Medit!”



Ketika Adira dan Rian mengobrol terdengarlah suara Pak Tri yang mengucapkan salam.



“Assalamualaikum” Salam Pak Tri dengan nada santai.

“Walaikumsalam pak…” Jawab murid-murid.

“Bagaimana kabarnya kalian?” Tanya Pak Tri.

“Alhamdulillah baik pak…”



Setelah ucapan syukur tersebut, Pak Tri menjelaskan kalau hari ini adalah hari terakhir Pak Tri mengajar di kelas maupun di sekolahnya Adira. Pak Tri sendiri meminta kalau jika sudah berpisah nanti murid-murid IPS 1 sebaiknya jangan memutuskan komunikasi dengan guru-guru PPL yang mengajar di kelas IPS 1. Penjelasan dari Pak Tri yang begitu membosankan, membuat Adira dan teman sebangkunya yaitu si Ahmed terkantuk-kantuk.



“Ngantuk kali aku di” Memasang muka ngantuk.

“Iya sama, tapi jangan tidur di kelas med” Cetus Adira.

“Iya-iya…”



Penjelasan yang begitu Panjang dari Pak Tri akhirnya pun reda. Hal itu membuat Ahmed bersemangat lagi, tanpa terlihat ngantuk di raut wajahnya. Baru saja sebentar, tiba – tiba Pak Tri melanjutkan pembicaraan.



“Oh iya, hari ini kelas free ya!” Kata Pak Tri.

“Yang bener pak?” seisi kelas IPS 1 terkejut ditambah rasa girang yang berlebihan.

“iya, tapi bapak pingin dong dibuatin kenang-kenangan dari kalian, sekreatif kalian saja”

“Wih boleh tuh pak, bagaimana kalau nyanyi rame-rame saja pak?atau bisa sendiri-sendiri nyanyinya.” Kata ketua kelas.

“Ide yang bagus tuh. Ayo siapa yang mau nyanyi? Sini maju ke depan.”

“Tara pak Tara!” Seisi kelas menunjuk ke arah Tara.

“Loh kok aku? Kok aku?” Tara memasang muka bingung ditambah malu.



Tara dikenal sebagai murid yang memiliki suara yang indah sebab itulah seisi kelas menunjuk si Tara agar mau menyanyi di depan kelas. Tara juga mengikuti eskul paduan suara di sekolah. Tidak sedikit perlombaan yang pernah Tara ikuti, dan tidak sedikit juga piala yang ia raih dalam mengikuti perlombaan.



Seruan kawan-kawan kelas untuk si Tara agar nyanyi di depan kelas, membuat mata Adira langsung fokus menatapi wajahnya. Itu membuat bibirnya Adira mengembangkan senyum secara tiba-tiba yang menandakan bahwa Tara memiliki keunikan tersendiri dari dirinya. Keunikannya yang bisa membuat Adira tidak bosan ketika Adira memandangi wajahnya.



“Terimakasih tuhan karena engkau menciptakan sesuatu yang bisa dilihat dengan mataku yang mudah sekali untuk terus memandangi paras wanita tersebut.” Ucap syukur si Adira.



Akhirnya ajakkan dari kawan-kawan si Tara berhasil menggugah hati si Tara untuk bernyanyi di depan kelas. Tara berjalan menuju ke depan , kearah Pak Tri.



“Iya Tara mau menyanyikan lagu apa?” Tanya Pak guru.

“hmmm apa ya? Saya gak mau solo song pak, jadi saya memilih lagu yang judulnya Sunset di Tanah Anarki dari grup band Superman is Dead biar bisa duet dengan temen sekelas” Jawab Tara.

“Jadi Tara mau duet? Bapak yang nunjuk atau Tara saja?” Pak Tri kembali bertanya.

“Hmmm… ditanyakan saja dulu pak ke anak-anak”

“Baik lah, lagu siapa tadi Suplemen?..”Kata Pak Tri dengan wajah bingung.

“Superman is Dead pak, bukan suplemen”Jawab Tara sambil menahan tawa.

“Oh iya Iya anak-anak, jadi siapa yang disini mau berduet dengan Tara?”



Pertanyaan dari Pak Tri yang membuat seisi kelas hening begitu saja, dan para murid pun saling tunjuk menunjuk. Tapi tidak dengan Adira. Adira tidak ingin menunjuk siapapun untuk maju ke depan agar bisa berduet dengan Tara. Adira berharap setelah pertanyaan yang diberikan oleh Pak Tri, Adira ditunjuk oleh Pak Tri agar bisa berduet dengan Tara. Tetapi hasilnya tidak sesuai apa yang Adira harapkan. Pak Tri tidak menunjuk-nunjuk ke arah Adira, namun itu tidak mematahkan semangat Adira, Adira akhirnya memberanikan diri untuk berduet dengan Tara meskipun dia tidak begitu bagus dalam hal bernyanyi. Adira memberanikan perjuangannya untuk Tara. Karena mengorbankan hal yang tak disukai demi seseorang, di situ terdapat harapan yang terselipkan.



“Saya pak!” Kata Adira sambil mengangkat tangan kanannya.



Seisi kelas pun langsung kaget, semua nya yang berada di kelas menatap kearah Adira. Teman-teman Adira menganggap itu sebuah lelucon yang harusnya tidak dilakukan karena itu bisa membuat malu diri nya sendiri. Si Ahmed hanya tertawa terbahak-bahak dan tetap mendukung si Adira agar bisa menyanyi dengan Tara.



“Mantab boy!” Kata Ahmed sambil tertawa.

“Iyalah suara gua bagus, cocok duet dengan Tara”

“Maju boy! Tak usah berfikir lama” Rayu si Ahmed.



Adira menghentakkan kakinya untuk berdiri dari tempat duduk yang ia duduki Bersama Ahmed. Kemudian berjalan ke depan kearah Pak Tri dan Tara, melewati barisan tempat duduk teman-temannya. Memasang muka percaya diri, Adira tidak membuang kesempatan yang mungkin itu adalah kesempatan satu-satunya dalam hidup Adira. Sesampainya di depan kelas, tepat berada di samping kanannya Tara.



“Hey Adira ayo nyanyi, siap belum?” nada pelan terucap dari mulut Tara.

“Ya siap lah, untuk kamu apa yang gak siap” Jawab Adira.

“Bisa aja kamu… nyanyi yang tadi bapak Guru bilang ya?”

“Ya oke aku juga ngefans sama Superman is Dead, apa kita mau nyanyi lagu dari negara italia?”

“Ha maksudnya?” Tanya Tara dengan wajah bingung.

“Iya kita nyanyi lagu Sunset di Tanah Anarki make Bahasa Italia, kamu bisa ga?”Tanya Adira.

“Ya gak bisa lah di… aneh-aneh aja kamu ini, emang kamu bisa?”

“Bisa dulu aku les Bahasa Itali soalnya”

“Wih coba dong di, coba nyanyiin make Bahasa Itali” Tertawa senang  ditambah ekpresi tidak menyangka.

“Oke aku coba ya… Desingo peluruno tako bertuano…., jadi gitu ra hahahahahah lucu hahahaha akhirannya tuh diganti aja make huruf o kan jadi kek Bahasa Itali hahahaha” Adira tertawa lepas, tetapi tidak dengan Tara. Tara merasa bingung dengan bercandanya si Adira. Adira merasa gagal membuat Tara untuk tertawa



Kelaspun hening mendengar suara tawa Adira yang begitu lepas.



“Woy malah ketawa-ketawa!mana nyanyi!” Tegas ketua kelas.

“Gimana kalian sudah siap?” Tanya Pak Tri.

“Siap pak…”Jawab Adira dan Tara.



Mereka berdua nyanyi dengan nada yang tak selaras. Tara menyanyi dengan nada yang pas, teratur, lalu enak di dengar. Tidak seimbang dengan nada yang dikeluarkan melalui mulut Adira yang begitu fals. Seisi kelas pun banyak yang tertawa sambil mendokumentasikan hal memalukan bagi Adira. Banyak juga yang berteriak



“Suara Afgan , suara Afgan!”



Di dalam pikiran Adira pasti itu adalah sindiran halus untuk dirinya karena menyanyinya sangat fals. Namun, Adira tetap percaya diri bahwa itu adalah pengalaman yang sangat tidak terlupakan untuknya. Karena, beberapa jenis kenangan memang dicipakan agar pandai menyelinap di antara lirik lagu dan senyumannya saat dia bernyanyi.



***



“Di!!! Piket!!!” Teriak si Lala.

“Ahhh lupa akuu La, untung kamu ngingetin”

“ Halah! Kamu sok lupa apa emang pikun? Alesan aja. Bilang aja males piket Di”

“Mulai galaknya keluar. Persis kek Ibumu ya”



Lala mencubit lengan Adira.

“Bagus ya bagus. Coba Di, ulangin bilang apa?”

“Aaaaa! Enggak La. Becanda doang geh”

Lala pun melepaskan cubitannya.

“Sana buang kotak sampah”

“Siap ratu!”



Di saat Lala mau mencubit, Adira pun berhasil lari ke luar kelas.

“Mantab juga ya cubitan cewek” Adira membuka lengan bajunya untuk melihat bekas cubitan dari si Lala.

Lalu Adira mulai mengangkat kotak sampah yang berada di depan kelasnya. Perjalanan menuju ke tempat pembuangan sampah, Adira melihat siswi berkaca mata dengan wajah yang lugu sambil memeluk tumpukkan buku di dadanya. Siswi tersebut berjalan menuju kelas Adira.



“Loh? Itu siapa ya? Tapi kok masuk kelas gua?”

Penasaran yang sangat tinggi membuat Adira terburu-buru untuk kembali ke kelasnya. Sesampainya di kelas, Adira sudah melihat Ahmed berbincang dengan siswi tersebut. Siswi yang begitu menikmati perbincangannya dengan Ahmed. Tak jarang mereka berdua saling melemparkan senyuman. 



“Owalah, kayaknya anak baru kelas ini” Dalam hati Adira.



***



Di dalam kelas Adira membahas tentang berita sepak bola bersama teman-temannya. Adira sangat mengetahui berita sepak bola di dalam maupun luar negeri. Di saat sedang ramai membicarakan sepak bola, Adira mencoba untuk mengalihkan topik pembicaraan.



“ Med, itu pindahan sekolah atau kelas?” Tanya Adira.

“Owalah itu, dia pindahan dari IPA” Jawab Ahmed

“Manis tau” Lanjut Ahmed

“ Hahaha. Lu mau gua salamin ga? Cetus Abid

“Loh?! Lu siapa emangnya? Sok-sok mau nyalamin” Sewot Ahmed

“Dih! Itu temen gua SMP kali boy!” Tegas Abid

“Wih boleh tuh! Salamin lah” Kata Ahmed

“Hahaha” Ketawa Abid

“Dih, kok lu malah ketawa?” Tanya Ahmed

“Lu aja sendiri sono!” Jawab Abid

“Lah? Kok malah nyuruh gua? Katanya lu mau nyalamin” Sewot Ahmed.

“Becanda aja gua mah. Tapi ya.. emang bener itu temen SMP gua. Rumah gua sama dia nih deketan. Orang tua dia tuh, punya studio di pinggir jalan besar”

“Wih-wih. Yaudah deh kalo gitu lu jadi informan gua ya tentang tuh cewe”

“Males! Buang-buang waktu”

“Pelit banget deh lu!”

“Udah-udah. Yaudah deh Med, kalau lu gak berani, nanti biar gua aja yang nyalamin” Kata Adira.

“Dih! Mauan Di… Di…” Kata Abid

“Nah ini baru kawan gua, gak kek lu Bid” Ahmed sewot

“Oh iya, cewek itu siapa Namanya?” Tanya Adira.

“Namanya si Nia”

“Owalah… nama yang bagus” Jawab Adira.