Jumat, 10 April 2020

Nothing. Bagian ke-2


Sangat berat rasanya melangkahkan kaki meninggalkan keluarga yang disayanginya demi mendapatkan ilmu di perantauan. Namun itu harus dipaksakan. Menahan sedih, menahan tangis, dan menahan rindu demi membanggakan orang yang disayanginya. Banyak orang memanggil dia Nandan. Baru lulus SMP ia sudah di perintahkan oleh orang tuanya untuk merantau. Mungkin agar suatu saat jika Nandan bekerja atau mendapatkan universitas di luar tanah kelahirannya, ia sudah memiliki banyak pengalaman dan bersiap untuk merantau lebih jauh lagi.  

“Nak, nanti kamu abis lulus SMP merantau ya. Kamu sekolah saja di Lampung yaa, ibu denger di situ banyak sekolah favorit khususnya di Kabupaten Pringsewu. merantau nya juga kan di Lampung tidak jauh dari sini. Ya,  hanya memakan waktu 8 jam dari sini.”

“Kok gitu bu? Aku sekolah di sini aja kenapa toh.”

“Kenapa begitu nak? Nanti kamu pulang kerumah seminggu atau dua minggu sekali.” Muka penuh harap

“Iya bu, nanti Nandan pikir-pikir lagi.”

Nandan berfikir, apa yang disarankan oleh orang tua terhadap anaknya pasti itu akan diberkahi jalannya oleh tuhan. Dari harapan orang tuanya, pasti ada banyak alasan mengapa ia menyuruh anaknya untuk pergi merantau. Itulah hal yang akhirnya dapat menuruti kemauan Ibunya.

***

Malam yang dingin, sunyi, dan sepi. Itulah kata-kata yang menggambarkan suasana di hati maupun di kosannya Nandan. Ia membayangkan, jika saat ini masih berada di rumahnya. Jika perut lapar, tidak perlu repot untuk pergi ke warteg. Jika ia bosan, cukup bermain playstation. Jika Ia patah hati,  ia dapat mencurahkan isi hatinya kepada ibu nya. Sebagai anak lelaki satu-satunya, Nandan memiliki tingkat emosi yang lebih dekat dengan ibunya dibanding dengan ayahnya. Karena Ayahnya selalu sibuk dengan pekerjaannya, sehingga tidak memiliki waktu yang cukup untuk dihabiskan bersama Nandan.



Nandan sering sekali mencurahkan isi hatinya kepada Ibunya. Menurutnya, di situlah tempat curhat yang paling istimewa. Ibunya yang selalu memberikan nasihat penuh jika jagoannya sedang putus asa dalam  percintaan. Tidak hanya itu. Curhatan apapun, Ibunya tetap dapat mengikutinya. Ibunya sangat bisa menerima, seakan menjadi teman atau sahabatnya Nandan. Nandan yang hampir selalu berantakan hatinya, jika mengingat kenangan bersama Nadya.

“Nak, kamu harus tetap berada di jalur yang baik. Terlalu mengikuti arah hatimu saat kamu patah hati, hanya akan membuatmu seperti kepala yang kehilangan isinya.”

Itulah nasihat yang paling diingat dari ibunya. Betapa sayangnya seorang ibu kepada anaknya. Ibunya yang tidak mau meihat jagoannya dikalahkan oleh memori pahit tentang percintaanya. Mengingat nasihat tersebut, seakan Nandan percaya bahwa dia akan tidak mudah sakit hati lagi.

***



Nandan mencari cara untuk menghilangkan kesunyian dan kesepian yang dirasakan olehnya. Sudah beberapa cara yang Nandan lakukan dari membaca buku hingga mengimajinasikan wanita yang ia sukai. Tetapi, rasa sunyi dan sepinya tak kunjung reda. Akhirnya Nandan membuka laptop nya yang berada di atas meja. Ditemani oleh lagu The Mercys – Sunyi Sendiri, Nandan membuka satu persatu folder yang berada di laptopnya.



Tanpa sengaja Nandan menemukan folder yang bertuliskan “Nadya”. Kacau sudah hati Nandan. Niat hati ingin menghilangkan kesunyian, malah rasa sedih yang didapatkan.   Nandan memberanikan diri untuk membuka folder tersebut. Folder yang berisi foto-foto mesranya bersama Nadya.



Nadya adalah mantan kekasihnya Nandan saat SMP. Nandan masih menyimpan foto mesranya bersama Nadya bukan karena Nandan tidak dapat pindah ke lain hati. Tetapi hanya untuk dijadikan kenang-kenangan, bahwa Nandan pernah singgah di hati Nadya.



“Ahhg! Kenapa malah buka folder ini sih!.”

Nandan langsung menutup laptopnya tanpa dimatikan. Lalu, ia menuju ke tempat tidurnya dan merebahkan tubuhnya di kasur.

“Aduhh kok gini sih!” Nandan berusaha melupakan Nadya yang sedang melanda pikirannya.

Memang banyak sekali kenangan indah saat bersama Nadya. Tidak sedikit pula kenangan pahit yang dirasakan saat bersamanya. Berpacaran sejak SMP di bangku kelas tiga, dan akhirnya kandas saat memasuki bulan-bulan menghadapi UN ( Ujian Nasional).

Nadya berkata kepada Nandan :



“Kita udah mau ujian. Fokus ke ujian dulu ya! Nanti, kalau ujian sudah berakhir, kita bisa  bersama lagi kok Nan. Jangan khawatir.” Kata Nadya.

“Hmmm, oke deh. Tapi beneran ya, sehabis ujian kita bisa bersama lagi?” Meyakinkan Nadya.

“Iya – iya tenang aja Nandan sayang.”



Itulah percakapan yang sekaligus menjadi pintu menuju akhir hubungan Nandan dengan Nadya. Setelah UN Nadya tidak bisa memegang omongannya, ia sudah tidak lagi menghubungi Nandan. Nandan yang mencoba menghubungi Nadya, tetapi nomor whatsapp nya sudah tidak aktif, entah diblokir atau Nadya yang mengganti nomornya.



Akhirnya Nandan mencari tau kenapa Nadya meninggalkannya. Tidak mungkin karena menteri pendidikan mengadakan UN, hubungan Nandan dengan Nadya kandas begitu saja. Akhirnya, Nandan dapat mengetahui alasan mengapa Nadya meninggalkannya. Nadya sudah mendapat kekasih yang baru. Nandan yang sudah berusaha memberikan perhatian lebih untuk Nadya, terasa begitu sia-sia saat melihat Nadya sedang berjalan dengan lelaki lain.  Hancur sudah hati Nandan.



Betapa kejamnya cinta, membuat Nandan tidak fokus menjalani masa hidupnya. Semua itu tetap harus diterima dengan paksaan, meskipun itu sangat menyakitkan hatinya. Luka yang tidak tampak pada kulit tetapi sangat menyakitkan. Folder tersebut memiliki banyak sekali kenangan, entah manis atau pahit sebuah kenangan tetap indah rasanya jika kita mengingatnya. Nandan berupaya bangkit meskipun sering beberapa kali gagal. Tetapi Nandan tidak mau kalah. Ia tetap berjalan secara perlahan, Memulihkan luka yang ada di hatinya. Dengan bantuan nasihat dari Ibunya, Nandan semakin cepat pulih dari luka hati yang dideritanya.

***



Nandan memasukkan sesuap nasi uduk kedalam mulutnya. Ucapan salam terdengar dari telinganya.



“Assalamualaikum!”

“Walaikumsalam” Orang seisi kantin menjawab.

“Weh! udah kek debt collector aja Di, salamnya keras-keras.” Kata ibu kantin.

“Ya enggak gitu geh bu, ganteng mah bebas!” Jawab lelaki tersebut.

“Ge’er banget sih, ge’er banget sih tuh anak.” Bisik wanita yang berada di dekat si Nandan.

Hal tersebut tidak diperdulikan oleh Nandan. Nandan tetap melanjutkan makannya. Setelah Nandan menghabiskan satu porsi nasi uduknya. Nandan berdiri  dari tempat duduknya, lalu menuju ke arah ibu kantin yang sedang memberikan sebuah buku bewarna hijau kepada lelaki yang barusan mengucapkan salam tersebut. Lelaki itu menulis di buku tersebut. Entah menulis apa. Tak berlangsung lama, lelaki itu meletakkan pulpen yang barusan dipakai untuk menulis.



“Cepet-cepet dibayar! Bilangin juga tuh sama rombonganmu!”

“Iya ibu cantik…” Suara manja dari lelaki itu

“Makasih deh ya Adira…”

“Tapi! Ibu ga gampang digoda! Pokoknya cepet lunasin!” Melanjutkan pembicaraan

“Iya bu… secepatnya saya bayar”

“secepatnya,secepatnya. Dari kemarin begitu mulu jawabnya. Ya sudah, sana”

“Terima kasih ya ibu…”



Lelaki itu bergegas meninggalkan kantin.



“Nih bu agus.” Nandan mengeluarkan mata uang Rp.5000

“Bayarnya lima ribu kan?.” Tanya Nandan.

Hati Ibu Agus menjadi lebih tenang ketika yang mendengar suara Nandan



“Iya Nan, make tempe kan?”

“Iya Bu”

Ibu Agus menerima uang yang diberikan oleh Nandan.

“Ibu cari dulu ya, uang kembaliannya”

“Iya bu… kalau tidak ada, nanti saja kembaliannya ketika istirahat pertama”

Ibu Agus menjawab sambil mencari uang kembaliannya.

“Ada kok ada”



Nandan menunggu. Siswa lain yang mau membayar pun berdatangan. Antrian memanjang dalam hitungan detik.

“Bu sudah bu, nanti saja”

 “ Sebentar ya Nandan. Eh, mana ya?kok belum nemu-nemu”

“Sudah bu Agus… Saya jadi ngerepotin. Nanti saja bu, tidak apa-apa” Suara lembut Nandan

Akhirnya Ibu Agus menyerah dalam mencari uang kembalian. Ibu Agus terkejut melihat antrian yang sudah memanjang. 

“Hehehe… maaf ya Nandan, kembaliannya nanti saja” Tersipu malu sambal mengusap keringat yang menempel di keningnya.

“Iya bu. Ya sudah bu”



Nandan berbalik arah menuju pintu keluar. Butuh perjuangan untuk bisa keluar dari kantin bu Agus. Nandan berdesak-desakkan dengan siswa lain layaknya menonton acara pensi sekolah. Sesampainya di luar kantin, Adira membaca tulisan di dinding kantin.



” TIDAK MELAYANI BON! HIROSIMA HANCUR KARENA BOM!WARUNG HANCUR KARENA BON!AKU HANCUR KARENA FALL IN LOVE WITH PEOPLE I CAN’T HAVE -BY : IBU KANTIN”



“Ada-ada saja Ibu Agus” Sambil memandangi tulisan tersebut.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda