Nothing. Bagian ke-2
Sangat berat rasanya melangkahkan kaki meninggalkan
keluarga yang disayanginya demi mendapatkan ilmu di perantauan. Namun itu harus
dipaksakan. Menahan sedih, menahan tangis, dan menahan rindu demi membanggakan
orang yang disayanginya. Banyak orang memanggil dia Nandan. Baru lulus SMP ia
sudah di perintahkan oleh orang tuanya untuk merantau. Mungkin agar suatu saat
jika Nandan bekerja atau mendapatkan universitas di luar tanah kelahirannya, ia
sudah memiliki banyak pengalaman dan bersiap untuk merantau lebih jauh lagi.
“Nak, nanti kamu abis lulus SMP merantau ya. Kamu
sekolah saja di Lampung yaa, ibu denger di situ banyak sekolah favorit
khususnya di Kabupaten Pringsewu. merantau nya juga kan di Lampung tidak jauh
dari sini. Ya, hanya memakan waktu 8 jam
dari sini.”
“Kok gitu bu? Aku sekolah di sini aja kenapa toh.”
“Kenapa begitu nak? Nanti kamu pulang kerumah
seminggu atau dua minggu sekali.” Muka penuh harap
“Iya bu, nanti Nandan pikir-pikir lagi.”
Nandan berfikir, apa yang disarankan oleh orang tua
terhadap anaknya pasti itu akan diberkahi jalannya oleh tuhan. Dari harapan
orang tuanya, pasti ada banyak alasan mengapa ia menyuruh anaknya untuk pergi
merantau. Itulah hal yang akhirnya dapat menuruti kemauan Ibunya.
***
Malam yang dingin, sunyi, dan sepi. Itulah
kata-kata yang menggambarkan suasana di hati maupun di kosannya Nandan. Ia
membayangkan, jika saat ini masih berada di rumahnya. Jika perut lapar, tidak
perlu repot untuk pergi ke warteg. Jika ia bosan, cukup bermain playstation. Jika
Ia patah hati, ia dapat mencurahkan isi
hatinya kepada ibu nya. Sebagai anak lelaki satu-satunya, Nandan memiliki
tingkat emosi yang lebih dekat dengan ibunya dibanding dengan ayahnya. Karena Ayahnya
selalu sibuk dengan pekerjaannya, sehingga tidak memiliki waktu yang cukup
untuk dihabiskan bersama Nandan.
Nandan sering sekali mencurahkan isi hatinya kepada
Ibunya. Menurutnya, di situlah tempat curhat yang paling istimewa. Ibunya yang
selalu memberikan nasihat penuh jika jagoannya sedang putus asa dalam percintaan. Tidak hanya itu. Curhatan apapun,
Ibunya tetap dapat mengikutinya. Ibunya sangat bisa menerima, seakan menjadi
teman atau sahabatnya Nandan. Nandan yang hampir selalu berantakan hatinya,
jika mengingat kenangan bersama Nadya.
“Nak, kamu harus tetap berada di jalur yang baik.
Terlalu mengikuti arah hatimu saat kamu patah hati, hanya akan membuatmu
seperti kepala yang kehilangan isinya.”
Itulah nasihat yang paling diingat dari ibunya. Betapa
sayangnya seorang ibu kepada anaknya. Ibunya yang tidak mau meihat jagoannya
dikalahkan oleh memori pahit tentang percintaanya. Mengingat nasihat tersebut,
seakan Nandan percaya bahwa dia akan tidak mudah sakit hati lagi.
***
Nandan mencari cara untuk menghilangkan kesunyian dan
kesepian yang dirasakan olehnya. Sudah beberapa cara yang Nandan lakukan dari
membaca buku hingga mengimajinasikan wanita yang ia sukai. Tetapi, rasa sunyi
dan sepinya tak kunjung reda. Akhirnya Nandan membuka laptop nya yang berada di
atas meja. Ditemani oleh lagu The Mercys
– Sunyi Sendiri, Nandan membuka satu persatu folder yang berada di laptopnya.
Tanpa sengaja Nandan menemukan folder yang bertuliskan
“Nadya”. Kacau sudah hati Nandan. Niat hati ingin menghilangkan kesunyian,
malah rasa sedih yang didapatkan. Nandan memberanikan diri untuk membuka folder
tersebut. Folder yang berisi foto-foto mesranya bersama Nadya.
Nadya adalah mantan kekasihnya Nandan saat SMP. Nandan
masih menyimpan foto mesranya bersama Nadya bukan karena Nandan tidak dapat pindah
ke lain hati. Tetapi hanya untuk dijadikan kenang-kenangan, bahwa Nandan pernah
singgah di hati Nadya.
“Ahhg! Kenapa malah buka folder ini sih!.”
Nandan langsung menutup laptopnya tanpa dimatikan. Lalu,
ia menuju ke tempat tidurnya dan merebahkan tubuhnya di kasur.
“Aduhh kok gini sih!” Nandan berusaha melupakan
Nadya yang sedang melanda pikirannya.
Memang banyak sekali kenangan indah saat bersama
Nadya. Tidak sedikit pula kenangan pahit yang dirasakan saat bersamanya.
Berpacaran sejak SMP di bangku kelas tiga, dan akhirnya kandas saat memasuki
bulan-bulan menghadapi UN ( Ujian Nasional).
Nadya berkata kepada Nandan :
“Kita udah mau ujian. Fokus ke ujian dulu ya!
Nanti, kalau ujian sudah berakhir, kita bisa
bersama lagi kok Nan. Jangan khawatir.” Kata Nadya.
“Hmmm, oke deh. Tapi beneran ya, sehabis ujian kita
bisa bersama lagi?” Meyakinkan Nadya.
“Iya – iya tenang aja Nandan sayang.”
Itulah percakapan yang sekaligus menjadi pintu
menuju akhir hubungan Nandan dengan Nadya. Setelah UN Nadya tidak bisa memegang
omongannya, ia sudah tidak lagi menghubungi Nandan. Nandan yang mencoba
menghubungi Nadya, tetapi nomor whatsapp nya sudah tidak aktif, entah diblokir
atau Nadya yang mengganti nomornya.
Akhirnya Nandan mencari tau kenapa Nadya
meninggalkannya. Tidak mungkin karena menteri pendidikan mengadakan UN,
hubungan Nandan dengan Nadya kandas begitu saja. Akhirnya, Nandan dapat
mengetahui alasan mengapa Nadya meninggalkannya. Nadya sudah mendapat kekasih
yang baru. Nandan yang sudah berusaha memberikan perhatian lebih untuk Nadya,
terasa begitu sia-sia saat melihat Nadya sedang berjalan dengan lelaki lain. Hancur sudah hati Nandan.
Betapa kejamnya cinta, membuat Nandan tidak fokus
menjalani masa hidupnya. Semua itu tetap harus diterima dengan paksaan,
meskipun itu sangat menyakitkan hatinya. Luka yang tidak tampak pada kulit
tetapi sangat menyakitkan. Folder tersebut memiliki banyak sekali kenangan,
entah manis atau pahit sebuah kenangan tetap indah rasanya jika kita
mengingatnya. Nandan berupaya bangkit meskipun sering beberapa kali gagal. Tetapi
Nandan tidak mau kalah. Ia tetap berjalan secara perlahan, Memulihkan luka yang
ada di hatinya. Dengan bantuan nasihat dari Ibunya, Nandan semakin cepat pulih
dari luka hati yang dideritanya.
***
Nandan memasukkan sesuap nasi uduk kedalam
mulutnya. Ucapan salam terdengar dari telinganya.
“Assalamualaikum!”
“Walaikumsalam” Orang seisi kantin menjawab.
“Weh! udah kek debt collector aja Di, salamnya
keras-keras.” Kata ibu kantin.
“Ya enggak gitu geh bu, ganteng mah bebas!” Jawab
lelaki tersebut.
“Ge’er banget sih, ge’er banget sih tuh anak.”
Bisik wanita yang berada di dekat si Nandan.
Hal tersebut tidak diperdulikan oleh Nandan. Nandan
tetap melanjutkan makannya. Setelah Nandan menghabiskan satu porsi nasi uduknya.
Nandan berdiri dari tempat duduknya,
lalu menuju ke arah ibu kantin yang sedang memberikan sebuah buku bewarna hijau
kepada lelaki yang barusan mengucapkan salam tersebut. Lelaki itu menulis di
buku tersebut. Entah menulis apa. Tak berlangsung lama, lelaki itu meletakkan
pulpen yang barusan dipakai untuk menulis.
“Cepet-cepet dibayar! Bilangin juga tuh sama
rombonganmu!”
“Iya ibu cantik…” Suara manja dari lelaki itu
“Makasih deh ya Adira…”
“Tapi! Ibu ga gampang digoda! Pokoknya cepet
lunasin!” Melanjutkan pembicaraan
“Iya bu… secepatnya saya bayar”
“secepatnya,secepatnya. Dari kemarin begitu mulu
jawabnya. Ya sudah, sana”
“Terima kasih ya ibu…”
Lelaki itu bergegas meninggalkan kantin.
“Nih bu agus.” Nandan mengeluarkan mata uang
Rp.5000
“Bayarnya lima ribu kan?.” Tanya Nandan.
Hati Ibu Agus menjadi lebih tenang ketika yang
mendengar suara Nandan
“Iya Nan, make tempe kan?”
“Iya Bu”
Ibu Agus menerima uang yang diberikan oleh Nandan.
“Ibu cari dulu ya, uang kembaliannya”
“Iya bu… kalau tidak ada, nanti saja kembaliannya
ketika istirahat pertama”
Ibu Agus menjawab sambil mencari uang kembaliannya.
“Ada kok ada”
Nandan menunggu. Siswa lain yang mau membayar pun
berdatangan. Antrian memanjang dalam hitungan detik.
“Bu sudah bu, nanti saja”
“ Sebentar
ya Nandan. Eh, mana ya?kok belum nemu-nemu”
“Sudah bu Agus… Saya jadi ngerepotin. Nanti saja
bu, tidak apa-apa” Suara lembut Nandan
Akhirnya Ibu Agus menyerah dalam mencari uang
kembalian. Ibu Agus terkejut melihat antrian yang sudah memanjang.
“Hehehe… maaf ya Nandan, kembaliannya nanti saja”
Tersipu malu sambal mengusap keringat yang menempel di keningnya.
“Iya bu. Ya sudah bu”
Nandan berbalik arah menuju pintu keluar. Butuh
perjuangan untuk bisa keluar dari kantin bu Agus. Nandan berdesak-desakkan
dengan siswa lain layaknya menonton acara pensi sekolah. Sesampainya di luar
kantin, Adira membaca tulisan di dinding kantin.
” TIDAK MELAYANI BON! HIROSIMA HANCUR KARENA
BOM!WARUNG HANCUR KARENA BON!AKU HANCUR KARENA FALL IN LOVE WITH PEOPLE I CAN’T
HAVE -BY : IBU KANTIN”
“Ada-ada saja Ibu Agus” Sambil memandangi tulisan
tersebut.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda